Aku terdiam seorang diri di ruang
205. Bau obat-obatan tercium sangat keras di sini.Aku tak percaya bahwa aku telah
meninggalkan seseorang yang selama ini kusayangi. Baru saja 5 menit yang lalu,
aku meninggalkannya. Aku sangat menyesal karena telah meninggalkannya
Satu
tahun yang lalu aku menghadapi Ujian Nasional dan berjuang untuk masuk ke SMA
favorit. Mungkin aku payah, atau mungkin aku bodoh, aku tidak berhasil. Aku hanya
diterima di sekolah yang tidak cukup untuk dikatakan favorit.
Tanggal
1 Januari, penerimaan murid baru di SMAku dilaksanakan.Aku melangkah masuk ke sekolah
yang cukup besar ini.Terlihat siswa-siswi yang masih berseragam putih biru sepertiku
berjalan beramai-ramai dengan riang gembira tanpa beban. ‘Mungkin mereka berasal
dari SMP yang sama’ pikirku. Aku tak berniat untuk berteman di sini. Menurutku pertemanan
adalah sesuatu yang tidak perlu dilakukan. Sudah satu
tahun aku tidak berteman. Itu semua karena semua sahabatku mengkhianatiku.
Kelas
2 SMP, aku pindah ke kota yang jauh. Kami terpaksa pindah karena tuntutan
pekerjaan ayahku. “Kami akan mengirimimu surat, Anna!” janji manis dari mulut
mereka masih teringat jelas di pikiranku. Aku tersenyum dan memeluk mereka
semua. Sudah sebulan berlalu, tak ada satu pucuk suratpun yang aku terima. Aku
sudah memberikan alamatku pada mereka, aku sudah mengirimkan surat kepada
mereka, tetapi nihil. Semua sahabatku meninggalkanku. Mulai saat itu, aku tidak
berniat untuk berteman dengan siapapun. ‘Untuk apa berteman, apabila pada
akhirnya ikatan pertemanan tersebut akan terputus dan membuat hati sakit?’ itulah
pertanyaanku yang tak terjawab hingga saat ini.
“Dari
SMP mana?”, seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh padanya. Gadis manis
berambut pendek, “Dari SMP 3 Jakarta..” jawabku singkat, “Oh, pindahan ya? Sudah
berapa lama tinggal di Bandung?”, “Maaf, aku tidak ingat. Aku ingin ke toilet
dulu,” Tanpa menjawab pertanyaan gadis tersebut, aku berlalu menuju ke toilet
yang bahkan aku tak tahu ada dimana. Aku berjalan kesana kemari tetapi tidak
menemukannya. “Apa yang kau lakukan?”, Sebuah suara mengagetkanku. Seorang anak
laki-laki berdiri dihadapanku, “Aku mencari toilet. Kau tahu dimana?”, “Ya
sebelum aku menjawabnya, tolong jangan injak kakiku terus,” Aku tertegun dan
sadar bahwa daritadi aku menginjak kakinya, “Maafkan aku”, ucapku lalu pergi
meninggalkannya, “Tunggu! Bukankah kau tadi bertanya toilet ada dimana? Bagaimana
sih?!”, aku hanya menatap dingin laki-laki itu, “Sudahlah. Bel sudah berbunyi,”
Jawabku sambil berlalu.
Masa
Orientasi Siswa akhirnya berakhir. Hari ini adalah hari pertama KBM
berlangsung. Aku melangkah menuju kelasku yang baru. Manusia-manusia yang tidak
aku kenal satupun sudah berada didalam. Ada yang bercanda, mengobrol, bergosip,
dan aktivitas-aktivitas membosankan lainnya. Aku duduk di kursi kedua paling
belakang. Lagi-lagi seseorang menepuk pundakku, “Hei tukang injak kaki”, Aku
mengenal suara ini. Aku menoleh ke belakang. Dia, laki-laki yang kuinjak
kakinya ketika MOS, “Kita sekelas, bagaimana kalau kenalan? Aku Thor. Kau?”, ‘Thor?
Nama yang sangat aneh’ pikirku. “Anna” balasku singkat lalu kembali menoleh ke
depan. Ini adalah perkenalan pertamaku setelah 365 hari aku tidak berteman…
“Silahkan
membentuk kelompok masing-masing 4 orang,” perintah guru Biologi. Aku
tercengang, tak tahu harus bagaimana. “Anna! Ayo bareng aku!” Seseorang
memanggil namaku, Thor. Karena tak tahu harus bagaimana, aku bergabung dengan
kelompoknya.
Thor
adalah siswa paling menyenangkan di kelasku. Ia mudah sekali bergaul dengan
siapa saja. Ia sangat humoris dan disenangi oleh siswa-siswi dikelasku. Herannya,
ia mau berteman denganku. Aku yang tidak bisa berteman, pendiam, dan suram.
“Kerjakan
tugas kelompok, bentuk kelompok 6 orang 6 orang ya,” kali ini perintah berasal
dari guru Indonesia, ‘lagi-lagi tugas kelompok’ gerutuku dalam hati. Tetapi
seseorang kembali menyelamatkanku. Ya, Thor kembali mengajakku bergabung ke
dalam kelompoknya. Meskipun di kelas ini hanya Thor yang ramah dan mau berteman
denganku.
Kehidupan
sekolahku pun mulai berubah setelah ada Thor. Aku yang selama ini tidak pernah
tersenyum pun selalu tertawa riang ketika melihat Thor. Temanku mulai
bertambah. Dan kali ini, aku tidak mengingat semua masa laluku yang suram.
Karena Thor sudah merubah hidupku menjadi lebih berwarna.
“Anna,
kau sedang jatuh cinta…” Ucapan temanku yang tiba-tiba itu membuatku melotot ke
arahnya, “tidak” bantahku, “Ya, kau jatuh cinta pada Thor. Apabila tak ada dia,
kau berubah”, Aku tertegun. Aku memang selalu memikirkannya. Tetapi aku tak
tahu dengan yang namanya ‘jatuh cinta’. Aku tak pernah mengalaminya. “tidak,
dia sahabatku” jawabku sambil tersenyum kepada sahabatku, si gadis manis
berambut pendek itu pun menggeleng-gelengkan kepalanya.
Aku
tak tahu perasaan apa yang sedang kualami kepada Thor. Hingga suatu hari aku
pun mengetahuinya..
“Anna,
sibuk gak?”, Thor menghampiri mejaku, “Tidak, kenapa?”, “Ikut aku ke kantin
sebentar” Aku hanya menuruti perkataannya dan kami pergi ke kantin. “Aku mau
ngomong sesuatu dengan serius,” Hatiku berdebar-debar, “Aku menyukai seseorang,
maukah kau memenuhi permintaanku?” aku terdiam, menatap wajah Thor yang tersipu
malu.
“Kalau itu maumu” balasku singkat
dan pergi meninggalkan Thor. Terdengar suara Thor yang memanggilku tetapi aku
tidak menghiraukannya. Mataku berkaca-kaca. Aku baru menyadari perasaan ini.
Aku menganggap bahwa kita tidak akan bisa bersahabat lagi. Karena Thor lah yang
telah menghancurkan persahabatan ini. Bahkan hatiku pun ia hancurkan. Ya,
ternyata baru kusadari selama ini bahwa aku mencintai orang yang selalu berada
disampingku, baik suka maupun duka, Orang yang selalu menyemangatiku di saat
keadaan apapun, orang yang selalu menolongku jika aku kesusahan. Dan orang yang
membuat hidupku jauh lebih berwarna. Dia adalah Thor.
‘Anna,
Ayah dan Ibu harus menghadiri sebuah acara. Ayam sudah ada di kulkas. Tinggal
kamu goreng. Ayah dan ibu akan pulang jam 21.00 -ibu’ itulah tulisan yang
pertama kubaca setelah aku sampai rumah. Sedih, kesepian, kesal, marah, dan
kecewa bercampur aduk menjadi satu. Aku menggoreng ayam sesuai perintah ibuku.
Tak lupa menyalakan lilin karena lalat-lalat kecil berterbangan kesana kemari.
Aktivitasku yang membosankan ini seketika terhenti ketika aku mendengar suara
ketukan pintu. Tubuhku merinding, ini sudah jam 8 malam. Manusia mana yang
ingin mengunjungi sebuah rumah malam-malam begini? Dengan penuh rasa takut aku
melangkah ke arah pintu depan. Memberanikan diri, kubuka pintu tersebut. Sosok
lelaki berbaju hijau dengan sandal jepit di kakinya berdiri dihadapanku dengan
muka gelisah, Thor.
“Ngapain kamu kesini?” ucapku ketus, masih teringat
ucapannya di kantin ketika pulang sekolah tadi. Masih tersimpan perasaan kecewa
dan benci di hatiku. “Aku mengkhawatirkanmu, tadi kau tiba-tiba meninggalkanku.
Kupanggil namamu berkali-kali tetapi kau tidak menghiraukanku,” ujar Thor. Aku
membendung air mataku karena tak ingin membuat Thor makin khawatir, “Masuk saja
Thor. Lagipula aku takut sendirian dirumah” aku mempersilahkannya masuk dan
entah kenapa seketika aku melupakan kejadian tadi siang. “Aku kemari untuk
memeriksa keadaanmu saja. Dan tadi siang kita belum selesai berbicara”,
“Baiklah, apa yang harus aku lakukan?” aku pasrah. Terserah Thor mau menyukai
siapa saja, asalkan aku tetap menjadi sahabatnya, aku rela. “Aku ingin kau….“
Ucapan Thor terhenti, aku berteriak ketika melihat sinar terang berwarna
oranye, asalnya dari dapur. Aku segera berlari ke dapur dan melihat kejadian
yang baru kulihat seumur hidupku, Kebakaran. Thor berlari menghampiriku “Ada
ap- Anna!!”, Thor berlari menuju kamar mandi untuk mengambil air. Nihil, api
sudah menyebar ke setiap sudut ruangan. Api menyebar secepat kilat, seketika
seisi rumah sudah terpenuhi dengan asap dan api yang membara. Thor memegang
tanganku, “Jangan khawatir, kita akan mencari jalan keluar untuk pergi dari
sini!”, Bahkan pada saat genting seperti ini, ia tetap berada disampingku. Kami
mencari jalan keluar, tetapi pintu tertutup oleh api. Benda-benda sudah
terbakar hangus dan suhu di rumahku semakin memanas. Aku mulai tidak enak badan
dan lemas. “Thor, jen..de..la” bisikku sembari menunjuk sebuah jendela di pojok
ruangan. Thor segera menuju jendela yang belum terlalu tertutupi oleh api dan
memecahkannya. “Anna! Cepat!”, dengan susah payah, dan dalam keadaan lemas tak
berdaya aku memanjat keluar lewat jendela, dan setelah itu, aku tak tahu apa
yang terjadi karena aku terlanjur jatuh pingsan.
“Berita
Sore ini. Hari Rabu tanggal 24 Desember pukul 8.17 WIB Telah terjadi kebakaran
di Sebuah rumah di jalan Mawar, Bandung Barat. Api disebabkan oleh lilin yang
terjatuh dan menyebar ke seluruh sudut ruangan. 1 orang luka ringan dan 1 orang
dalam keadaan kritis. Hingga saat ini korban dirawat di RS Citepus. Ariana
melaporkan dari Bandung”
Kumatikan televisi di ruang 205 rumah sakit ini. Berita ini semakin membuatku sedih. Aku
menatap Thor yang sedang dalam keadaan koma. Hampir sebagian tubuhnya gosong
terbakar api. Ia dalam keadaan kritis karena aku. Air mataku sudah kering
karena menangis sekitar 2 jam. Tetapi apalah gunanya menangis, Thor tidak dapat
kembali seperti semula. “Thor…” aku memegang tangan lelaki yang sangat kukagumi
ini. Jari-jarinya bergerak perlahan, “Thor?” Perlahan Thor membuka matanya.
“Anna.”, “Izinkan aku menyelesaikan perkataanku kemarin”, aku tidak dapat
membendung air mataku, “tidak usah berkata seperti itu Thor. Aku akan selalu
mendengarkan dan menjalankan permintaanmu, apapun itu.”, Thor tersenyum
perlahan “Percayalah, pertemanan kita tidak akan terputus hingga kapanpun.
Hidupmu yang dulunya suram akan menjadi berwarna selamanya. Karena kau sudah
menjadi perempuan yang kuat.”, Thor menatapku dan kembali tersenyum, matanya
sayu dan suaranya gemetaran “Aku minta kau untuk selalu berada di sisiku
selamanya, karena… aku suk-“ sebelum Thor selesai mengucapkannya, ia
meninggalkanku. Jantungnya sudah tak berdetak. Sekarang aku telah menemukan
jawaban untuk pertanyaanku. Pertemanan adalah sesuatu yang sangat indah.
Pertemanan tidak akan putus apabila kita tulus, percaya, saling tolong
menolong, dan yang terpenting, selalu berada di sisinya baik dimanapun kita
berada. Aku dan Thor, jarak tak akan memisahkan kita. Semua kenangan ini tak
akan pernah aku lupakan, dan perasaan ini akan selalu berada di hatiku.
25
Desember 1995
“Aku
terdiam seorang diri di ruang 205. Bau obat-obatan tercium sangat keras di
sini. Aku tak percaya bahwa aku telah meninggalkan seseorang yang selama ini
kusayangi. Baru saja 5 menit yang lalu, aku meninggalkannya. Aku sangat
menyesal karena telah meninggalkannya. Anna,
maafkan aku. Aku sangat mencintaimu tetapi aku tak tahu bagaimana harus
mengungkapkannya. Semoga kau menemukan seorang yang lebih baik dariku di duniamu
yang berwarna. Aku akan selalu menjagamu dari surga”