Pages

Monday, May 18, 2015

Pertanyaan yang tidak terjawab

            Aku terdiam seorang diri di ruang 205. Bau obat-obatan tercium sangat keras di sini.Aku tak percaya bahwa aku telah meninggalkan seseorang yang selama ini kusayangi. Baru saja 5 menit yang lalu, aku meninggalkannya. Aku sangat menyesal karena telah meninggalkannya
           
            Satu tahun yang lalu aku menghadapi Ujian Nasional dan berjuang untuk masuk ke SMA favorit. Mungkin aku payah, atau mungkin aku bodoh, aku tidak berhasil. Aku hanya diterima di sekolah yang tidak cukup untuk dikatakan favorit.
            Tanggal 1 Januari, penerimaan murid baru di SMAku dilaksanakan.Aku melangkah masuk ke sekolah yang cukup besar ini.Terlihat siswa-siswi yang masih berseragam putih biru sepertiku berjalan beramai-ramai dengan riang gembira tanpa beban. ‘Mungkin mereka berasal dari SMP yang sama’ pikirku. Aku tak berniat untuk berteman di sini. Menurutku pertemanan adalah sesuatu yang tidak perlu dilakukan. Sudah satu tahun aku tidak berteman. Itu semua karena semua sahabatku mengkhianatiku.
            Kelas 2 SMP, aku pindah ke kota yang jauh. Kami terpaksa pindah karena tuntutan pekerjaan ayahku. “Kami akan mengirimimu surat, Anna!” janji manis dari mulut mereka masih teringat jelas di pikiranku. Aku tersenyum dan memeluk mereka semua. Sudah sebulan berlalu, tak ada satu pucuk suratpun yang aku terima. Aku sudah memberikan alamatku pada mereka, aku sudah mengirimkan surat kepada mereka, tetapi nihil. Semua sahabatku meninggalkanku. Mulai saat itu, aku tidak berniat untuk berteman dengan siapapun. ‘Untuk apa berteman, apabila pada akhirnya ikatan pertemanan tersebut akan terputus dan membuat hati sakit?’ itulah pertanyaanku yang tak terjawab hingga saat ini.
            “Dari SMP mana?”, seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh padanya. Gadis manis berambut pendek, “Dari SMP 3 Jakarta..” jawabku singkat, “Oh, pindahan ya? Sudah berapa lama tinggal di Bandung?”, “Maaf, aku tidak ingat. Aku ingin ke toilet dulu,” Tanpa menjawab pertanyaan gadis tersebut, aku berlalu menuju ke toilet yang bahkan aku tak tahu ada dimana. Aku berjalan kesana kemari tetapi tidak menemukannya. “Apa yang kau lakukan?”, Sebuah suara mengagetkanku. Seorang anak laki-laki berdiri dihadapanku, “Aku mencari toilet. Kau tahu dimana?”, “Ya sebelum aku menjawabnya, tolong jangan injak kakiku terus,” Aku tertegun dan sadar bahwa daritadi aku menginjak kakinya, “Maafkan aku”, ucapku lalu pergi meninggalkannya, “Tunggu! Bukankah kau tadi bertanya toilet ada dimana? Bagaimana sih?!”, aku hanya menatap dingin laki-laki itu, “Sudahlah. Bel sudah berbunyi,” Jawabku sambil berlalu.
            Masa Orientasi Siswa akhirnya berakhir. Hari ini adalah hari pertama KBM berlangsung. Aku melangkah menuju kelasku yang baru. Manusia-manusia yang tidak aku kenal satupun sudah berada didalam. Ada yang bercanda, mengobrol, bergosip, dan aktivitas-aktivitas membosankan lainnya. Aku duduk di kursi kedua paling belakang. Lagi-lagi seseorang menepuk pundakku, “Hei tukang injak kaki”, Aku mengenal suara ini. Aku menoleh ke belakang. Dia, laki-laki yang kuinjak kakinya ketika MOS, “Kita sekelas, bagaimana kalau kenalan? Aku Thor. Kau?”, ‘Thor? Nama yang sangat aneh’ pikirku. “Anna” balasku singkat lalu kembali menoleh ke depan. Ini adalah perkenalan pertamaku setelah 365 hari aku tidak berteman…
            “Silahkan membentuk kelompok masing-masing 4 orang,” perintah guru Biologi. Aku tercengang, tak tahu harus bagaimana. “Anna! Ayo bareng aku!” Seseorang memanggil namaku, Thor. Karena tak tahu harus bagaimana, aku bergabung dengan kelompoknya.
            Thor adalah siswa paling menyenangkan di kelasku. Ia mudah sekali bergaul dengan siapa saja. Ia sangat humoris dan disenangi oleh siswa-siswi dikelasku. Herannya, ia mau berteman denganku. Aku yang tidak bisa berteman, pendiam, dan suram.
            “Kerjakan tugas kelompok, bentuk kelompok 6 orang 6 orang ya,” kali ini perintah berasal dari guru Indonesia, ‘lagi-lagi tugas kelompok’ gerutuku dalam hati. Tetapi seseorang kembali menyelamatkanku. Ya, Thor kembali mengajakku bergabung ke dalam kelompoknya. Meskipun di kelas ini hanya Thor yang ramah dan mau berteman denganku.
            Kehidupan sekolahku pun mulai berubah setelah ada Thor. Aku yang selama ini tidak pernah tersenyum pun selalu tertawa riang ketika melihat Thor. Temanku mulai bertambah. Dan kali ini, aku tidak mengingat semua masa laluku yang suram. Karena Thor sudah merubah hidupku menjadi lebih berwarna.
            “Anna, kau sedang jatuh cinta…” Ucapan temanku yang tiba-tiba itu membuatku melotot ke arahnya, “tidak” bantahku, “Ya, kau jatuh cinta pada Thor. Apabila tak ada dia, kau berubah”, Aku tertegun. Aku memang selalu memikirkannya. Tetapi aku tak tahu dengan yang namanya ‘jatuh cinta’. Aku tak pernah mengalaminya. “tidak, dia sahabatku” jawabku sambil tersenyum kepada sahabatku, si gadis manis berambut pendek itu pun menggeleng-gelengkan kepalanya.
            Aku tak tahu perasaan apa yang sedang kualami kepada Thor. Hingga suatu hari aku pun mengetahuinya..
            “Anna, sibuk gak?”, Thor menghampiri mejaku, “Tidak, kenapa?”, “Ikut aku ke kantin sebentar” Aku hanya menuruti perkataannya dan kami pergi ke kantin. “Aku mau ngomong sesuatu dengan serius,” Hatiku berdebar-debar, “Aku menyukai seseorang, maukah kau memenuhi permintaanku?” aku terdiam, menatap wajah Thor yang tersipu malu.
         “Kalau itu maumu” balasku singkat dan pergi meninggalkan Thor. Terdengar suara Thor yang memanggilku tetapi aku tidak menghiraukannya. Mataku berkaca-kaca. Aku baru menyadari perasaan ini. Aku menganggap bahwa kita tidak akan bisa bersahabat lagi. Karena Thor lah yang telah menghancurkan persahabatan ini. Bahkan hatiku pun ia hancurkan. Ya, ternyata baru kusadari selama ini bahwa aku mencintai orang yang selalu berada disampingku, baik suka maupun duka, Orang yang selalu menyemangatiku di saat keadaan apapun, orang yang selalu menolongku jika aku kesusahan. Dan orang yang membuat hidupku jauh lebih berwarna. Dia adalah Thor.
            ‘Anna, Ayah dan Ibu harus menghadiri sebuah acara. Ayam sudah ada di kulkas. Tinggal kamu goreng. Ayah dan ibu akan pulang jam 21.00 -ibu’ itulah tulisan yang pertama kubaca setelah aku sampai rumah. Sedih, kesepian, kesal, marah, dan kecewa bercampur aduk menjadi satu. Aku menggoreng ayam sesuai perintah ibuku. Tak lupa menyalakan lilin karena lalat-lalat kecil berterbangan kesana kemari. Aktivitasku yang membosankan ini seketika terhenti ketika aku mendengar suara ketukan pintu. Tubuhku merinding, ini sudah jam 8 malam. Manusia mana yang ingin mengunjungi sebuah rumah malam-malam begini? Dengan penuh rasa takut aku melangkah ke arah pintu depan. Memberanikan diri, kubuka pintu tersebut. Sosok lelaki berbaju hijau dengan sandal jepit di kakinya berdiri dihadapanku dengan muka gelisah, Thor. 
         “Ngapain kamu kesini?” ucapku ketus, masih teringat ucapannya di kantin ketika pulang sekolah tadi. Masih tersimpan perasaan kecewa dan benci di hatiku. “Aku mengkhawatirkanmu, tadi kau tiba-tiba meninggalkanku. Kupanggil namamu berkali-kali tetapi kau tidak menghiraukanku,” ujar Thor. Aku membendung air mataku karena tak ingin membuat Thor makin khawatir, “Masuk saja Thor. Lagipula aku takut sendirian dirumah” aku mempersilahkannya masuk dan entah kenapa seketika aku melupakan kejadian tadi siang. “Aku kemari untuk memeriksa keadaanmu saja. Dan tadi siang kita belum selesai berbicara”, “Baiklah, apa yang harus aku lakukan?” aku pasrah. Terserah Thor mau menyukai siapa saja, asalkan aku tetap menjadi sahabatnya, aku rela. “Aku ingin kau….“ Ucapan Thor terhenti, aku berteriak ketika melihat sinar terang berwarna oranye, asalnya dari dapur. Aku segera berlari ke dapur dan melihat kejadian yang baru kulihat seumur hidupku, Kebakaran. Thor berlari menghampiriku “Ada ap- Anna!!”, Thor berlari menuju kamar mandi untuk mengambil air. Nihil, api sudah menyebar ke setiap sudut ruangan. Api menyebar secepat kilat, seketika seisi rumah sudah terpenuhi dengan asap dan api yang membara. Thor memegang tanganku, “Jangan khawatir, kita akan mencari jalan keluar untuk pergi dari sini!”, Bahkan pada saat genting seperti ini, ia tetap berada disampingku. Kami mencari jalan keluar, tetapi pintu tertutup oleh api. Benda-benda sudah terbakar hangus dan suhu di rumahku semakin memanas. Aku mulai tidak enak badan dan lemas. “Thor, jen..de..la” bisikku sembari menunjuk sebuah jendela di pojok ruangan. Thor segera menuju jendela yang belum terlalu tertutupi oleh api dan memecahkannya. “Anna! Cepat!”, dengan susah payah, dan dalam keadaan lemas tak berdaya aku memanjat keluar lewat jendela, dan setelah itu, aku tak tahu apa yang terjadi karena aku terlanjur jatuh pingsan.

            “Berita Sore ini. Hari Rabu tanggal 24 Desember pukul 8.17 WIB Telah terjadi kebakaran di Sebuah rumah di jalan Mawar, Bandung Barat. Api disebabkan oleh lilin yang terjatuh dan menyebar ke seluruh sudut ruangan. 1 orang luka ringan dan 1 orang dalam keadaan kritis. Hingga saat ini korban dirawat di RS Citepus. Ariana melaporkan dari Bandung”
           
            Kumatikan televisi di ruang 205 rumah sakit ini. Berita ini semakin membuatku sedih. Aku menatap Thor yang sedang dalam keadaan koma. Hampir sebagian tubuhnya gosong terbakar api. Ia dalam keadaan kritis karena aku. Air mataku sudah kering karena menangis sekitar 2 jam. Tetapi apalah gunanya menangis, Thor tidak dapat kembali seperti semula. “Thor…” aku memegang tangan lelaki yang sangat kukagumi ini. Jari-jarinya bergerak perlahan, “Thor?” Perlahan Thor membuka matanya. “Anna.”, “Izinkan aku menyelesaikan perkataanku kemarin”, aku tidak dapat membendung air mataku, “tidak usah berkata seperti itu Thor. Aku akan selalu mendengarkan dan menjalankan permintaanmu, apapun itu.”, Thor tersenyum perlahan “Percayalah, pertemanan kita tidak akan terputus hingga kapanpun. Hidupmu yang dulunya suram akan menjadi berwarna selamanya. Karena kau sudah menjadi perempuan yang kuat.”, Thor menatapku dan kembali tersenyum, matanya sayu dan suaranya gemetaran “Aku minta kau untuk selalu berada di sisiku selamanya, karena… aku suk-“ sebelum Thor selesai mengucapkannya, ia meninggalkanku. Jantungnya sudah tak berdetak. Sekarang aku telah menemukan jawaban untuk pertanyaanku. Pertemanan adalah sesuatu yang sangat indah. Pertemanan tidak akan putus apabila kita tulus, percaya, saling tolong menolong, dan yang terpenting, selalu berada di sisinya baik dimanapun kita berada. Aku dan Thor, jarak tak akan memisahkan kita. Semua kenangan ini tak akan pernah aku lupakan, dan perasaan ini akan selalu berada di hatiku.



25 Desember 1995
            “Aku terdiam seorang diri di ruang 205. Bau obat-obatan tercium sangat keras di sini. Aku tak percaya bahwa aku telah meninggalkan seseorang yang selama ini kusayangi. Baru saja 5 menit yang lalu, aku meninggalkannya. Aku sangat menyesal karena telah meninggalkannya. Anna, maafkan aku. Aku sangat mencintaimu tetapi aku tak tahu bagaimana harus mengungkapkannya. Semoga kau menemukan seorang yang lebih baik dariku di duniamu yang berwarna. Aku akan selalu menjagamu dari surga